Eksekusi adalah menjalankan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata /
inkracht van gewijsde) yang bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan
secara paksa, jika perlu dengan bantuan kekuatan umum.
Jenis eksekusi meliputi:
1) Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan
untuk melakukan
pembayaran sejumlah uang ( Pasal 196 HIR / Pasal 208 RBg).
Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara
sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik yang
dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (Pasal 200 HIR / Pasal 215 RBg).
2) Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan
suatu perbuatan
dalam pasal 225HIR/259 Rbg mengatur bahwa jika Termohon eksekusi
setelah 8 (delapan) hari diberikan aanmaning tetap tidak bersedia
melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan maka atas permohonan dari
Pemohon Eksekusi baik secara tertulis maupun lisan Ketua Pengadilan
Negeri dapat mengubah diktum putusan mengenai perbuatan tertentu
tersebut diganti dengan sejumlah uang. Perubahan tersebut dilakukan oleh
Ketua Pengadilan dalam suatu persidangan insidentil yang dihadiri kedua
belah pihak pemohon dan termohon eksekusi dengan dibuat Berita Acara dan
Penetapan, serta besarnya nilai uang pengganti suatu perbuatan tersebut
harus diberitahukan kepada Termohon Eksekusi, selanjutnya eksekusi
dijalankan sesuai eksekusi pembayaran sejumlah uang.
3) Eksekusi putusan terhadap perkara perdata lingkungan
hidup yang berisi
penghukuman melakukan pemulihan lingkungan, pemohon harus
mengajukan permohonan penunjukan auditor lingkungan guna melakukan
perhitungan kerugian dan biaya pemulihan yang akan digunakan oleh komite
yang ditunjuk untuk melakukan pemulihan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Halaman 6 dari 139 “Hands book Pedoman Eksekusi
4) Eksekusi Riil diatur dalam Pasal 1033 RV, Pasal 200 ayat
(11) HIR / Pasal
218 ayat (2) RBg.
Tahap-Tahap Pelaksanaan Eksekusi:
1. Permohonan Eksekusi;
2. Telaah terhadap
permohonan eksekusi dilaksanakan oleh Panitera Muda atau Tim yang ditugaskan
oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam resume telaah eksekusi;
3. Apabila hasil resume
telaah eksekusi permohonan tersebut dapat dilaksanakan, maka dilakukan
penghitungan panjar biaya eksekusi dan pemohon eksekusi dipersilahkan
untuk melakukan pembayaran;
4. Ketua Pengadilan
Negeri mengeluarkan penetapan peringatan eksekusi/Aanmaning setelah
lebih dahulu ada permintaan eksekusi dari Pemohon Eksekusi (Penggugat/Pihak
yang menang perkara), dengan mendasarkan pada Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg.
Penetapan peringatan eksekusi berisi perintah kepada Panitera/Juru sita/Juru
sita Pengganti untuk memanggil pihak termohon eksekusi (Tergugat/Pihak yang
kalah) untuk diperingatkan agar supaya memenuhi atau menjalankan putusan.
5. Apabila termohon
eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) tidak hadir tanpa alasan setelah dipanggil
secara sah dan patut, maka proses eksekusi dapat langsung diperintahkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri tanpa sidang insidentil untuk memberi peringatan,
kecuali Ketua Pengadilan menganggap perlu untuk dipanggil sekali lagi.
6. Peringatan eksekusi
dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri harus dilakukan dalam pemeriksaan sidang
insidentil, dibantu oleh Panitera, dengan dihadiri pihak termohon eksekusi
(Tergugat/pihak yang kalah), serta apabila dipandang perlu dapat menghadirkan
pemohon eksekusi (penggugat/pihak yang menang perkara).
7. Peringatan eksekusi
dalam sidang insidentil tersebut dicatat dalam Berita Acara yang ditandatangani
oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Panitera.
8. Dalam peringatan
eksekusi tersebut Ketua Pengadilan Negeri memperingatkan termohon eksekusi
(tergugat/pihak yang kalah) agar memenuhi atau melaksanakan isi putusan paling
lama 8 (delapan) hari terhitung sejak diberikan peringatan.
9. Apabila tenggang
waktu terlampaui, dan tidak ada keterangan atau pernyataan dari pihak yang
kalah tentang pemenuhan putusan, maka sejak saat itu pemohon dapat memohon
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk
menindak lanjuti permohonan eksekusi tanpa harus mengajukan permohonan ulang
dari pihak yang menang (Pasal 197 ayat 1 HIR/Pasal 208 ayat 1 RBg).
10. Apabila perkara sudah
dilakukan sita jaminan (conservatoir beslaag), maka tidak perlu diperintahkan lagi
sita eksekusi (executorial beslaag). Dan apabila dalam perkara tersebut tidak
dilakukan sita jaminan sebelumnya, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat
mengeluarkan penetapan sita eksekusi. Dalam hal eksekusi pengosongan tidak
selalu diletakkan sita eksekusi, dapat langsung dilaksanakan pengosongan tanpa
penyitaan.
11. Dalam hal
melaksanakan putusan yang memerintahkan untuk melakukan pengosongan (eksekusi
riil), maka hari dan tanggal pelaksanaan pengosongan ditetapkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri, setelah dilakukan rapat koordinasi dengan aparat keamanan.
12. Apabila termohon
eksekusi merupakan unsur TNI (yang masih aktif atau yang telah purnawirawan),
maka harus melibatkan pengamanan Polisi Militer (PM).
13. Sebelum melakukan
eksekusi pengosongan, terlebih dahulu dilakukan peninjauan lokasi tanah atau
bangunan yang akan dikosongkan dengan melakukan pencocokan (konstatering) guna
memastikan batas-batas dan
luas tanah yang bersangkutan sesuai dengan penetapan sita atau yang tertuang
dalam amar putusan dengan dihadiri oleh panitera, jurusita/jurusita pengganti,
pihak berkepentingan, aparat setempat dan jika diperlukan
menghadirkan petugas Badan Pertanahan Nasional, serta dituangkan dalam Berita
Acara.
14. Dalam hal melakukan
pemberitahuan eksekusi pengosongan dilakukan melalui surat (Surat
Pemberitahuan) kepada pihak termohon eksekusi, harus dengan memperhatikan
jangka waktu yang memadai dari tanggal pemberitahuan sampai pelaksanaan
pengosongan.
15. Pengosongan
dilaksanakan dan dilakukan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan,
dengan cara yang persuasif dan tidak arogan. Misalnya dengan memerintahkan
pemohon eksekusi menyiapkan gudang penampungan guna menyimpan barang milik
termohon eksekusi dalam waktu yang ditentukan, atas biaya pemohon.
16. Setelah pengosongan
selesai dilaksanakan, tanah atau bangunan yang dikosongkan, maka pada hari itu
juga segera diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya yang dituangkan
berita acara penyerahan, dengan dihadiri oleh aparat.
Syarat Permohonan Teguran (Aanmaning)/
Eksekusi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung
1. Permohonan Teguran
(aanmaning)/eksekusi diajukan secara tertulis yang
ditanda tangani oleh Pemohon Eksekusi atau kuasanya dengan melampirkan
surat kuasa khusus yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Hukum.
2. Surat permohonan
aanmaning/eksekusi berisi:Identitas Pemohon Eksekusi dan Termohon Eksekusi
(sesuai Identitas diri/KTP); Uraian singkat duduk perkara dan alasan
permohonan; Obyek perkara; Amar putusan Pengadilan tingkat pertama sampai
dengan terakhir; Tanggal penerimaan pemberitahuan putusan kepada pihak Pemohon;
3. Surat Permohonan
dilampiri dengan: Fotocopy salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
sesuai
dengan fotocopy (cap stempel basah PN); Surat kuasa khusus, jika permohonan
diajukan oleh kuasa; Relaas pemberitahuan putusan kepada pihak Pemohon; Surat
pernyataan dari pemohon bahwa obyek eksekusi tidak terkait dengan perkara lain”
(misalnya Perkara TUN, Pidana, Tipikor); Surat-surat lain yang dipandang perlu
(apabila ada).
Syarat Permohonan Teguran (Aanmaning)/Eksekusi
terhadap Akta
Perdamaian (Acta van dading)
1. Permohonan
aanmaning/eksekusi ditanda tangani oleh prinsipal pemohon atau kuasanya dengan
melampirkan surat kuasa khusus.
2. Surat Permohonan
aanmaning/eksekusi berisi: Identitas pemohon dan termohon (sesuai dengan
Identitas diri/KTP); Uraian singkat akte perdamaian dan alasan permohonan;
Obyek perdamaian.
3. Surat Permohonan
dilampiri dengan : Fotocopy Akta Perdamaian (acta van dading) sesuai dengan
aslinya
(stempel basah PN); Surat-surat lain yang dipandang perlu (apabila ada).